Abstract
Di kalangan umat Islam, diskriminasi jender mengakar kuat dalam peradaban Islam lebih karena pengaruh budaya, bukan karena landasan teologi yang “akurat”. Landasan keagamaan, khususnya Islam, baik melalui Al Qur’an maupun Hadits, yang lebih sering mengemuka selama ini justeru yang menekankan adanya “diskriminasi jender” yang semakin membuat perempuan termarginalkan fungsi dan perannya, apalagi kedudukannya dalam berbagai pranata sosial di mana ia berada. Berdasarkan paparan tersebut, jelaslah bahwa untuk melakukan degradasi (penurunan) marginalisasi perempuan di dalam berbagai sektor kehidupan, di belahan dunia manapun, mesti melalui proses transformasi peradaban, khususnya peradaban Islam, yang pada kenyataannya masih sering rancu akibat pengaruh budaya-budaya di luar Islam. Sebuah peradaban dikonstruksi, diabstraksi, dan ditransformasikan oleh para pelaku dalam suatu kelompok masyarakat, jadi tidak merupakan sebuah konsep yang diterima begitu saja. Peradaban oleh para aktornya dibangun untuk memapankan sebuah sistem nilai, namun kepentingan dan pola pikir patriarkhi yang mendominasi budaya di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, melahirkan pola perilaku aktor yang memapankan sistem nilai patriarkhi pula. Proses marginalisasi perempuan dalam sebuah peradaban berlangsung secara evolusi, bertahap/ bergradasi, dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi, dari jaman ke jaman. Semua proses tadi tidak terlepas dari kegiatan komunikasi, dalam berbagai konteks dan bidang kehidupan. Dengan demikian, marginalisasi perempuan hanya bisa dihentikan melalui proses degradasi atau penghentian perkembangan dan penyebaran sistem nilai dan keyakinannya. Transformasi Peradaban akan menghadapi berbagai situasi dalam perjalanan dan prosesnya, antara lain : adaptasi, asimilasi, konfrontasi, sublimasi, koordinasi, dan reformulasi. Proses transformasi peradaban, untuk mendegradasi marginalisasi perempuan, bisa berlangsung secara alamiah, tanpa konflik, bila dilakukan dari generasi ke generasi melalui komunikasi dialogis dan timbal balik. Karenanya semua pihak yang terkait hendaknya diberi peluang untuk berbicara dan menunjukkan argumentasinya dalam berbagai konteks komunikasi, terutama di ruang-ruang publik seperti media massa. Gerakan kaum perempuan yang telah bangkit dewasa ini, baik dalam bentuk forum, organisasi, dan lain sebagainya, dengan tujuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, kesetaraan peran dan fungsi sosial perempuan, akan lebih kokoh bila berkolaborasi dan terintegrasikan satu sama lain, dalam rangka efisiensi dan efektifitas komunikasi peradaban.
Keywords
Degradasi; Marginalisasi Perempuan; Transformasi Peradaban; Komunikasi Peradaban
References
Abdullah, Amin. 1996. Antara Al Ghazali dan Kant Filsafat Etika Islam Bandung : Mizan.
Al Faruqi, Isma’il dan Al Faruqi, Lois Lamya. 2000. Atlas Budaya.
Menjelajah Kazanah Peradaban Gemilang Islam. Bandung: Mizan.
As-Siba’I, Mustafa. 1993. Peradaban Islam Dulu Kini, dan Esok. Jakarta : Gema Insani Pers.
Clifford, Anne.M. 2002 Introducing Feminist Theology (Memperkenalkan Teologi Feminis). ORBIS Book, Maryknoll, NewYork. Terj. Yosef M. Florisan
Hodgson, Marshall. G.S. 1999. The Venture of Islam, Iman dan Sejarah dalam Peradaban Duni Masa Klasik Islam, Jilid pertama terjemahan Mulyadi Kartanegara. Jakarta : Paramadina,
Kuntowijoyo. 1991. Paradigma Islam Interpretasi UntukAksi. Bandung : Mizan.
Kleden, Ignas 1987 Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan” Jakarta : P3ES.
Ninuk, Pambudi.. “Wajah Perempuan di Media Massa”. Kompas.
Nunuk P. Murniati.. ”Arus Penguatan Jender dan Teologi Feminis”. Kompas
Rahardjo, Dawam. 1996. Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa. Bandung : Mizan.
Sreberny. Annabelle dan Zoonen. 1999. Gender, Politics and Communication, Hampton Press Inc. Cresskill, New Jersey
Yatim, Badri. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.