Demokrasi, Otonomi Daerah, dan Sistem Perlambangan

Djajusman Tanudikusumah

Abstract


Penyakralan hingga kini belum banyak berubah. Sisa-sisa masa lalu terus saja berlanjut tanpa mencoba menyelami makna tersebut. Peristiwa turun denganja/an mundur meniti tangga setelah menerima bendera pada setiap upacara 17 Agustus, memberi kesan khusus, seolah-olah tokoh sakral tidak boleh dibelakangi (dipantati). Kenyataannya, setelah penerima bendera itu sampai meniti tanah, ia lalu berbalik menghadap ke tiang bendera. tadi, membelakangi juga akhirnya.

Keywords


Demokrasi, Otonomi Daerah, Sistem Perlambangan

References


Tanudikisumah, R.H.A.A. Djajusman, Citra Komunikasi, 1990.

Maciver, 1960, Sociology.




DOI: https://doi.org/10.29313/mediator.v3i1.747

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




 

   

 


Creative Commons License
This work is licensed under a 
Creative Commons Attribution 4.0 International License